Bunga
Cheri
Oleh Lisa
Monica (Bobo No. 43/XXVII)
Di suatu puri, hiduplah seorang bangsawan
dengan putri tunggalnya yang jelita, bernama Manuella. Orang-orang biasa
memanggilnya Putri Manu. Sejak kecil Manuella tidak memiliki ibu lagi.
Ayahnya sangat menyayanginya. Segala keinginan Manuella selalu dipenuhi. Ini
membuat Manuella menjadi sangat manja. Semua yang ia inginkan harus ia
dapatkan. Dan ayahnya belum pernah menolak keinginan Manuella. Malah selalu
segera mengabulkannya. Salah satu kegemaran Manuella adalah
berganti-ganti pakaian. Dalam satu hari ia dapat berganti pakaian empat
sampai lima kali. Di kamarnya terdapat enam lemari pakaian yang indah. Namun
ia belum merasa puas. "Ayah, lemari pakaian Manu telah
penuh. Buatkan lemari pakaian yang baru dan besar ya," pintanya pada
suatu hari. "Tentu anakku. Ayah akan segera
memanggil tukang kayu terpandai di negeri ini. Dan menyuruhnya membuat lemari
pakaian di sepanjang lantai atas puri ini." "Oh Ayah! Manu tidak sabar menunggu
lemari itu selesai. Dan mengisinya dengan pakaian-pakaian yang indah…" Ayahnya tertawa sambil memeluk Manuella
dengan penuh kasih sayang. Dibelainya rambut anaknya yang berwarna keemasan.
Begitulah kehidupan Manuella dari tahun ke tahun. Pada suatu hari di
musim semi, ayahnya berteriak-teriak memanggil Manuella. "Manuella, kemari, Nak! Ayah ingin
berbicara denganmu." Seminggu lagi hari ulang tahun Manuella
yang ke 17. Ayahnya akan mengadakan pesta besar untuknya. Anak-anak bangsawan
dari berbagai negeri akan diundangnya. Mendengar hal itu Manuella menari-nari
gembira. "Ayah, di pesta itu Manu ingin memakai
gaun terindah. Dan ingin menjadi putri tercantik di dunia." "Anakku, kaulah putri tercantik yang
pernah Ayah lihat! Ayah akan segera mendatangkan para penjual kain. Juga
memanggil penjahit terkenal untuk merancang gaun yang terindah untukmu…"
Keesokan harinya datanglah para penjual
kain dari berbagai negara. Mereka membawa kain-kain yang terindah. Manuella
sangat gembira. Setelah memilih-milih, ia menemukan selembar kain sutera
putih, seputih salju. Sangat halus dan indah luar biasa. Seorang penjahit
yang terkenal segera merancang, mengukur dan menjahit gaun yang sesuai dengan
keinginan Manuella. Manuella sangat puas melihat gaun barunya. Segera
dikenakannya gaun itu, lalu menari-nari di depan kaca. Rambutnya yang panjang
terurai keemasan… "Hm, kau sungguh putri tercantik di
dunia. Setiap tamu akan kagum padamu nanti," gumam Manuella sambil
meneliti apa lagi yang kurang pada penampilannya. Tiba-tiba ia sadar, tidak
ada hiasan di kepalanya. Ia segera mencari ayahnya, "Ayah, Manu perlu hiasan untuk rambut
Manu…." "Anakku, kenakan saja mahkota emasmu.
Cocok dengan rambutmu yang keemasan," kata ayahnya. "Akh, Manu bosan ayah.." jawab
Manuella. "Bagaimana kalau mahkota berlian? Ayah
akan segera memesannya jika kau mau," bujuk ayahnya. "Tidak, tidak! semua itu tidak cocok
dengan baju dan rambut Manu" teriak Manuella. "Oh..anakku..mutiara yang dikenakan
ibumu ketika ia menikah dengan ayah sangat indah, kau boleh memakainya
nak…ayah ambilkan ya…"kata ayahnya dengan sabar. "Tidak. Manu ingin yang lain yang
terindah," katanya sambil berlari menuju halaman.
"Manuella, kembali anakku, sebentar
lagi akan datang tamu-tamu kita" teriak ayahnya. Tapi Manuella tak mau
mendengar ayahnya, ia berlari ke halaman yang dipenuhi dengan pohon-pohon
cheri, dimana bunga-bunganya yang putih bersih memenuhi setiap
ranting-rantingnya, sehingga cabang dan rantingnya yang berwarna cokelat
hampir tak tampak lagi. Manuella berlari dari satu pohon ke pohon
yang lain, dan tiba-tiba ia berpikir "Betapa indahnya bunga-bunga cheri
ini, aku ingin merangkainya menjadi mahkotaku." Ketika tangannya akan meraih
sebuah bunga, terdengarlah suara yang halus.
"Jangan sentuh kami, jauhilah kami.
Kalau tidak, kami akan mengubahmu menjadi bunga!" Manuella menoleh ke
kiri dan ke kanan, tapi ia tak melihat seorang pun. Ia berlari ke sebuah
pohon yang lain, dan ketika ia akan memetik bunganya, terdengar lagi suara
yang sama. Dengan penuh kejengkelan berteriaklah
Manuella sambil memandang pohon itu, "Hai, dengar! Tak ada seorang pun
di negeri ini yang dapat melarangku, dan semua orang di negeri ini tahu,
segala keinginanku harus terpenuhi! Siapa yang berani melarangku?" Tiba-tiba bertiuplah angin dan bersamaan
dengan itu terdengarlah suara yang halus. "Dengar Manuella, tak ada
seorang pun di dunia ini yang bisa mendapatkan segala yang diinginkannya.
Tidak juga kau…" "Bohong, bohong, selama ini segala
keinginanku selalu dipenuhi, dan sekarang aku akan memetik bunga-bunga ini untuk
mahkotaku, dan tak seorang pun berhak melarangku" teriak Manuella sambil
menendang pohon-pohon disekitarnya. "Kau akan menyesal Manuella, jika
tidak kau jauhi kami…" Dan ketika tangan Manuella menyentuh sebuah
bunga, berubahlah ia menjadi bunga, di antara bunga-bunga cheri yang lain
yang ada di pohon itu. Ia menangis menyesali segalanya, tapi sudah terlambat.
Ia melihat tamu-tamu berdatangan. Ia mendengar suara tawa tamu-tamunya, tapi
ia tak dapat ikut serta. Ia menangis dan menjerit-jerit, tapi tak seorang pun
mendengarnya. Hari semakin sore, lampu-lampu di seluruh
puri dinyalakan, musik mulai diputar dan seluruh tamu yang diundang telah
datang. Ayahnya bingung mencari Manuella diseluruh puri, kemudian ia bersama
para pelayan mencari Manuella diseluruh halaman sambil berteriak. "Manuella…Manuella….dimana kau
nak…." Manuella dapat mendengar suara ayahnya dan para pelayan yang
berteriak-teriak memanggilnya. Ketika ia melihat ayahnya berdiri tepat di
bawahnya, ia berusaha berteriak sekuat tenaga, tapi ayahnya tak dapat
mendengar suaranya dan ia mulai menangis, air matanya menetes dan jatuh ke
kepala ayahnya. Manuella melihat bagaimana ayahnya mengusap air yang menetes
di kepalanya, dan bergumam perlahan. "Akh …mulai hujan, di mana engkau
bersembunyi anakku.." Dengan menundukkan kepala ia kembali ke puri dan
menyuruh seluruh pelayannya kembali karena dipikirnya sebentar lagi akan
turun hujan. Setelah tamu terakhir meninggalkan puri,
dan musik dihentikan, sang ayah diam termangu di depan jendela. Lampu-lampu
puri dibiarkan menyala semua, karena ia berpikir anaknya akan kembali dan ia
akan dapat dengan mudah melihat jalan menuju puri. "Anakku, diluar dingin. Dimana engkau
nak…kembalilah anakku. Ayah sangat kuatir" gumam ayahnya seorang diri
dengan sedih. Tiba-tiba bertiuplah angin yang membawa sura jerit Manuella
"Ayah…ayah…tolong Manu ayah…tolong…" "Manuella…Manuella…di mana engkau nak,
ayah datang…ayah akan segera datang nak" teriak ayahnya dengan penuh
harapan. Ia segera membangunkan para pelayan untuk mencari Manuella di
sekitar puri dan di seluruh halaman sekali lagi. Mereka mencari Manuella
setapak demi setapak, tapi sampai pagi merekah, Manuella tak pernah ditemukan
kembali. Sang ayah telah putus asa, dan ia
berhari-hari hanya duduk di depan jendela, menanti angin datang yang
kadang-kadang membawa jeritan anak tercintanya. Ia yakin itu suara anaknya,
tapi ia tak pernah tahu dari mana suara itu sampai akhir hayatnya. ***
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar